Minat Milenial Terhadap Profesi Guru, Benarkah Menurun?

Minat Milenial Terhadap Profesi Guru – Tanggal 2 Mei merupakan hari perayaan yang diadakan setiap tahun di Indonesia sebagai peringatan Hari Pendidikan Nasional. Hari tersebut ditetapkan untuk menghormati peran dan kontribusi pendidikan dalam pembangunan bangsa.

Tanggal 2 Mei dipilih sebagai Hari Pendidikan Nasional karena pada tanggal itu di tahun 1922, Ki Hajar Dewantara, dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, mendirikan Taman Siswa yang merupakan sebuah lembaga pendidikan yang mengadvokasi pendidikan bagi semua orang tanpa memandang status sosial. Minat milenial terhadap profesi guru diharapkan semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

Sosok Tokoh Pendidikan

Sebagai pilar pendidikan, ada sosok berjasa yang mempunyai sebutan terkenal berkat andilnya mencerdaskan generasi bangsa, ialah guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk generasi muda. Namun, seringkali kita melihat bahwa profesi ini tidak mendapatkan penghargaan dan apresiasi yang seharusnya. Sosok yang mestinya dibuatkan perayaan tanda terima kasih dan diberi apresiasi tinggi saat 2 Mei tiba.

Namun makin ke sini, dibelahan dunia bagian Indonesia jasa guru menjadi kasat mata. Sebutan pahlawan tanpa tanda jasa benar-benar membiaskan makna bahwa memang tidak terlihat jasa yang sudah diberikan guru. Padahal mengajari seseorang yang tidak tahu menjadi tahu itu sebuah perjuangan.

Hal ini seperti pepatahnya mantan Presiden Turki, Mustafa Kemal Ataturk “Seorang guru adalah lilin yang menyala, ia menghabiskan dirinya untuk menerangi jalan orang lain.” Artinya, seorang guru haruslah menjadi panutan dan teladan bagi peserta didik.

Seperti lilin yang memberikan cahaya, seorang guru harus siap mengorbankan dirinya untuk membantu peserta didik meraih kesuksesan. Sebagai seorang pengajar, guru harus mampu menginspirasi, memberikan motivasi, serta memberikan bimbingan pada siswa-siswi sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal.

Perumpamaan dalam pepatah terkenal itu sungguh memuliakan guru sebagai sosok pahlawan yang memberikan penerangan dalam gelapnya kebodohan. Kebodohan bagaikan sebuah kegelapan karena dipenuhi ketidaktahuan atau bisa dibilang miskin ilmu.

Lika Liku Profesi Guru

Tetapi, pepatah tersebut rasanya jadi hiperbola jika dipakai untuk memuji jasa guru. Melihat di masa sekarang ini, guru menjadi profesi yang tidak lagi diinginkan oleh generasi muda. Gajinya yang sedikit dan pekerjaan yang dirasa kurang fleksibel membuat profesi guru tak lagi diagungkan.

Apalagi sejak PNS diganti PPPK, dimana 147 profesi termasuk profesi guru direkrut menjadi PPPK yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang Dapat Diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (Kompas.com 02/01/2021).

Sistem kontrak oleh guru menjadi Pegawai Pemerintah yang diterapkan dalam peraturan baru tersebut mencerminkan turunnya perhatian pemerintah terhadap jasa besar guru. Melihat kondisi ini, profesi guru di tanah air tidak lagi menjadi cita-cita muda mudi bangsa.

Penghasilannya yang kecil sungguh miris dengan harga kebutuhan pokok yang juga kian meninggi. Berbanding terbalik dengan jasa besar yang sudah diupayakan guru untuk mewujudkan salah satu tujuan negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal tersebut dibuktikan dengan sebuah data yang mengatakan bahwa, hanya 11 persen siswa peserta Ujian Nasional (UN) tingkat SMA 2018/2019 yang ingin menjadi guru. Data tersebut didapatkan berdasarkan hasil angket untuk mengetahui aspek non kognitif termasuk cita-citanya, selanjutnya 89 persen peserta lebih memilih profesi lain seperti menjadi pengusaha, bahkan menjadi presiden.

P3K, Apakah Solusi bagi Profesi Guru?

Melihat kondisi itu, rasa miris ini juga masih belum mampu mengetuk hati pemerintah untuk memuliakan profesi guru dengan menjamin kehidupan yang layak untuknya. Meski begitu Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyatakan sebanyak lebih dari 293.000 guru honorer sudah diangkat menjadi aparatur sipil negara. Pengangkatan tersebut melalui program pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diseleggarakan bersama kementerian/ lembaga terkait dan pemerintah daerah.

Dengan merekrut guru honorer sebagai aparatur sipil negara melalui program PPPK merupakan salah satu bentuk upaya pemeritah untuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan. Hal ini dilakukan karena melihat hasil Asesmen Nasional Kemdikbudristek 2021. Bahwa satu dari dua peserta didik tersebut belum mencapai kompetensi minimum untuk numerasi.

Dari data yang didapat, bisa disimpulkan bahwa Indonesia memang sedang merangkak membenahi sistem pendidikannya. Selain dari tenaga pengajar, terlihat juga dari kurikulum pembelajaran yang masih diubah-ubah. Seperti kurikulum baru yang sekarang sedang diberlakukan yaitu Kurikulum Merdeka, dimana kurikulum baru ini dikarenakan masih meraba sistem sehingga perlu adaptasi antara guru dan murid.

Minat Milenial terhadap Profesi Guru vs Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka lebih berfokus untuk mengembangkan bakat dan minat siswa. Terdengar lebih asik dan menyenangkan memang ketimbang kurikulum sebelumnya. Proses pembelajaran dalam kurikulum ini lebih interaktif. Dimana memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplor isu-isu aktual. Dan fakta menariknya adalah sekolah dasar sudah menetapkan peraturan bahwa anak didik tidak boleh tinggal kelas.

Walau terlihat menyenangkan, aturan di Kurikulum Merdeka tersebut dirasa menjadikan beban tambahan untuk para guru. Karena dengan alasan untuk menjaga psikologi anak supaya tidak merasa rendah diri. Namun, malah memaksakan peserta didik tetap naik kelas walaupun kompetensi belajar anak belum memenuhi standar.

Mekanisme pembelajaran di sekolah dasar dengan Kurikulum Merdeka berpusat pada materi esensial sehingga pembelajaran lebih mendalam. Pada kurikulum ini lebih dominan dengan diskusi kelompok serta keaktifan peserta didik. Sehingga bagi peserta didik yang pasif butuh pengawasan lebih dari guru agar ilmu yang diterima bisa merata, kemudian peserta didik yang naik kelas sudah tercukupi pemahamannya.

Hal tersebut menjadi pekerjaan tambahan untuk guru sekolah dasar di kelas berikutnya ketika peserta didik masih belum menguasai materi di kelas sebelumnya. Seperti baca tulis dan berhitung maka memerlukan perhatian ekstra dari guru di kelas berikutnya untuk mengulang materi.

Gambarannya seperti satu guru dengan siswa dalam satu kelas berjumlah kurang lebih 30 anak. Pastinya akan kuwalahan mengarahkan satu per satu siswa dengan pemahaman materi yang berbeda-beda. Sampai di sini harusnya kita paham bahwa mengajar bukanlah pekerjaan mudah, banyak tuntutan pengajaran yang semakin kompleks.

Kesimpulan Minat Milenial terhadap Profesi Guru

Tidak seharusnya melupakan betapa berharganya profesi guru dan dedikasi yang mereka berikan kepada anak-anak kita. Para guru adalah pahlawan yang selalu siap memberikan ilmu dan membimbing murid-murid mereka, bahkan ketika kondisi dan lingkungan sekitar tidak mendukung.

Oleh karena itu, kita harus memberikan penghargaan dan dukungan yang pantas kepada para guru. Agar mereka dapat melanjutkan misi mulia mereka sebagai pendidik dan pengembang generasi muda.

Kita juga harus memahami bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Dan itu dimulai dari peran guru yang luar biasa. Mari kita tunjukkan penghargaan kita dan bersama-sama memperjuangkan pendidikan yang lebih baik untuk generasi muda dan juga bangsa. Agar Minat milenial terhadap profesi guru semakin meningkat dan berkualitas.

Artikel Sejenis

sepi ing pamrih, rame ing gawe

Menu